Jadi ingat sedari masih kecil kalau pesen minum di Restaurant atau dimana saja pasti teh. Dari yang murah meriah kaya es teh tawar warteg, Lemon Tea, Green Tea, Lychee Tea sampai yang pahit kayak Black Tea. Kebetulan selagi browsing-browsing di handphone, aku menemukan acara kelas teh. Iseng-iseng aku daftar.
Bersama Bu Ratna (Kedua dari Kiri) Cantik Ya :) 

Di pagi hari yang cerah pada 21 Agustus 2016 kemarin, Aku menghadiri Indonesian Tea Class yang diselenggarakan oleh Detik. Acara tersebut bertempat di Almond Zucchini Cooking Studio. Narasumbernya adalah Bu Ratna Somantri, salah satu dari Tea Specialist di Indonesia.

Acara dimulai pukul 10 Pagi dan dibuka oleh Bu Odilia Winneke perwakilan dari Detik Food. Pihak Detik menjelaskan bahwa mereka ingin mempopulerkan Teh asli Indonesia sama halnya dengan saat mereka mempopulerkan kopi Indonesia di kalangan pencinta Kopi Tanah Air.

Tidak Lama Bu Ratna pun dipersilahkan melanjutkan, Beliau memulai dengan menyebutkan bahwa Indonesia merupakan negara penghasil teh ke 7 terbesar di dunia. Rakyat Indonesia hanya mengenal teh rumahan yang dijual di Supermarket Lokal. Orang Indonesia kebanyakan tidak paham bahwa di Indonesia tersebar perkebunan-perkebunan teh yang relatif banyak jumlahnya. Perkebunan tersebut adalah Perkebunan Teh PTPN (Perkebunan Nusantara) yang merupakan satu-satunya penghasil Black Tea, Perkebunan Swasta dan Perkebunan Rakyat. Perkebunan-perkebunan tersebut tersebar di beberapa tempat di Pulau Sumatera dan Pulau Jawa. Dahulu sempat ada di Malino, Sulawesi Selatan, namun sekarang sudah tidak ada lagi. Banyaknya perkebunan tersebut menggambarkan betapa ironisnya bahwa kebanyakan orang Indonesia hanya mengetahui jenis teh kemasan dan teh hijau Jepang saja. Beliau melanjutkan dengan fakta bahwa harga teh Indonesia masih dibawah teh impor. Padahal kualitas serta proses pembuatan teh Indonesia tidak kalah bila diadu dengan Teh Jepang maupun Teh Inggris.

Daun Teh Pada Umumnya

Teh dibagi dalam dua spesies yaitu Sinenis dan Assamica. Bu Ratna menganalogikan spesies tersebut dengan Robusta dan Arabica di dunia Kopi. Assamica bercita rasa lebih pahit atau orang Indonesia biasa mengistilahkan dengan "sepet" dan Sinensis agak beraroma lebih amis. Selain Sinensis dan Assamica ada juga sebutan Tisane. Tisane adalah daun atau bunga yang dikeringkan dan terkadang dipergunakan untuk obat-obatan. Contohnya, Chamomile, Rosela dan Bunga Krisant. Nama lain Tisane adalah Teh Herbal. Bu Ratna menjelaskan, Dauh Teh yang paling enak itu adalah Pucuknya (Flowery Orange Pekoe/FOP/P). Hmm, jadi inget merk teh yang terkenal itu ya. Maksimal teh dipetik hingga P+4 ( Souchong), daun teh P+5 sudah dipastikan tidak enak oleh Beliau. Di acara ini diperkenalkan 3 Jenis teh:

1. Indonesian Green Tea: Indonesian Sencha
2. Indonesian Black Tea : Indonesian Black Tea yang di proses serupa dengan pembuatan Teh China
3. Indonesian White Tea : Indonesian Silver Needle Tea
3. Indonesian Oolong Tea: Banten Oolong Tea

Bu Ratna mengajak peserta untuk mencicipi dan menghirup aroma bermacam-macam jenis teh. Kami juga diajak untuk memahami tahapan bagaimana teh ditanam, dipetik dan juga proses pembuatan dari Daun hingga menjadi Teh yang siap seduh. Daun teh mengalami proses oksidasi. Oksidasi itu contohnya: ketika kita mengiris apel dan diletakan di ruangan terbuka lalu apel tersebut menguning. Sama halnya dengan  daun teh. Teh hitam mengalami 100% Oksidasi, Oolong Tea mengalami 50% (fermentasi sebagian) dan Green Tea mengalami 0% oksidasi (Tidak difermentasikan). Teknik pembuatan teh Hijau Cina dibagi penjadi 3 cara, yaitu dikeringkan dimatahari, Pan Fired (menggoreng teh di wajan) dan Charcoal Fired. Untuk Teh Hijau Jepang pada umumnya teh dibuat dengan proses Steamed. Lalu untuk Indonesian Black Tea, prosesnya dibagi menjadi 2 bagian yaitu Orthodox dan CTC (Crush, Tear, Curl) mencontoh pembuatan teh dari India. Terakhir proses pembuatan White Tea yang paling mudah yakni hanya dijemur dimatahari saja atau dijemur di oven.

Ada tiga faktor yang membagi karakteristik dari setiap teh, yaitu:
1. Varietas spesifik atau kultivar dari daun Camellia Sinensis
2. Cara daun teh tersebut di proses
3. Cara daun teh tersebut ditanam

Pada pagi hari itu dijelaskan 6 Tahapan dari proses pabrikan proses yaitu, pencabutan, pelayuan, penggulungan, pembentukan, oksidasi, pembakaran dan tahapan terakhir ialah pemilihan teh yang layak untuk dikonsumsi. Proses tersebut mengasilkan 6 tipe teh dasar : White Tea, Green Tea, Yellow Tea, Oolong Tea, Black Tea dan juga Dark Tea. Sebenarnya masih banyak lagi variasi teh dan itu tergantung dari tiap-tiap proses yang berbeda-beda.

Sinensis Green Tea

Assamica Green Tea

Japanese Steamed Green Tea

Indonesian Steamed Green Tea

Indonesia Pan Fired Green Tea

Indonesian Black Tea Chinese

Indonesian Black Tea Indian

Indonesian Black Tea CTC

Black Tea BOP (Broken Orange Pekoe)


Green Tea Fanning

Indonesian Oolong China

Indonesian Oolong Indian

Indonesian White Tea

Hasil teh juga dipengaruhi oleh faktor geologi, geografi dan iklim serta perbedaan keunikan jenis tanah di tiap-tiap negara, daerah-daerah dan lereng-lereng yang juga dibedakan dengan musim dan cuaca lokal. Itulah hal yang membuat bibit teh yang sama namun jika ditanam di tempat yang berbeda akan menghasilkan cita rasa dan bentuk yang berbeda pula. Teh Indonesia lebih lebar daunnya, lebih gelap warnanya dan rasanya "sepet". Sedangkan Teh Cina dan Teh Jepang daunnya lebih kecil, rasanya lebih ringan, lebih manis dan lebih wangi.

Daerah perkebunan teh di Indonesia adalah:
1. Jawa Barat (Menghasilkan 78% teh di Indonesia)
2. Jawa Tengah
3. Sumatera Utara
4. Jawa Timur
5. Sumatera Barat
6. Bengkulu
7. Jambi & Sumatera Selatan (Penghasil teh Kayu Aro)

Teh yang dihasilkan di Indonesia yaitu Black Tea yang diproses melalui system Orthodox dan CTC (Crush, Tear, and Curl) dan Green tea yang dibuat dengan teknologi Pan Fired. Indonesia juga memproduksi teh jenis spesial tetapi dengan kuantitas yang sedikit yaitu: White Tea, Japanese Style Green Tea, Taiwanese Style Oolong, Oolong, Red Tea dan Green Tea yang di proses dengan metode Cina.

PT Bukit Sari salah satu Perkebunan Teh yang hadir di Indonesian Tea Class

Produk dari PT Bukit Sari (White Tea nya enak banget lho!)

Sudah setahun belakangan ini aku mengkonsumsi Teh Hijau celup, tiap pagi di kantor selalu minta tolong sama OB untuk membuatkan. Tapi, setelah ikut kelas ini, aku jadi paham cara membuat teh yang benar. Suhu yang tepat untuk menyeduh teh adalah 80 derajat celcius dan harus diseduh selama 7 menit, jika tidak menggunakan Teh Celup maka takaran yang benar adalah 3 Gram. Pantes aja, kadang teh yang kuminum kadang berubah warna menjadi coklat gelap. Kemungkinan karena didiamkan terlalu lama.

Kesimpulannya, ikut acara ini sangat bermanfaat. Sebagai orang awam tentang teh aku jadi mengerti dan lebih mencintai teh Indonesia. Dan yang paling utama selain mendapatkan Goodie Bag yang berisi beraneka jenis teh (review menyusul) aku juga jadi salah satu pemenang DoorPrize lhoo. Aku mendapatkan Satu Set Tea Cup, Saucer dan Bread & Butter Plate dari Royal Albert! Wah, makin semangat deh mau minum teh Indonesianya.


On mid year 2015, my superior give me the opportunity to do Business Travel to the branch office in all areas in Indonesia. I really appreciate this, because I love traveling so much. I don't like sitting all day in my chair and also I'm a cheapskate. But, hey don't judge me. Who doesn't like free travel, right? LOL. To be fair, that's not free at all because I have to work hard and sent the following report to my superior. (Of course, Baby!) It's not a big deal, as long as I can enjoy the city after office hour. 

Me (in the left corner) as Amateur MC in Semarang Branch Office
The Advantage of Business Travel are:

1. Four or Five Star Hotel

Honestly, if I travel with my own money. I'll pick two or three-star hotels. Often times I choose the low budget hostel. Hihihi. To me, the most important thing for accommodation is the cleanliness (because I have to pray in my room).

It's different when I do business travel. My company let me choose where I want to stay. My budget is enough to stay in Standard or Superior Room in Four Star and sometimes in Five Star Hotel. I always book my hotel from Traveloka, Traveloka always gives me a good deal rather than directly book from the hotel. They have many variations from Hostel to Five-star hotels. Another cheap alternative is using corporate prices. Usually, I call the hotel reservation and ask if they collaborate with my company so the can give me the corporate price. Sometimes it's cheaper in Traveloka, sometimes it's cheaper with the corporate price. It depends on what time I book the hotel. If peak season I get a higher price and vice versa.



Superior Room Grand Clarion Hotel in Makassar

2. Good Airlines

It's not all the times, but if I get chance, (mostly because there is no alternatives airlines) I always love to fly with Garuda Indonesia, collect point for my frequent flyer and exchange it for another free ticket. The other day, when I don't allow to take Garuda, for budget reason. I'm happy enough to choose Citilink or Batik Air.

Soo Blue...

3. The After Office Hour

If I have friend who can accompany me (In fact, I dislike solo traveling) to explore the city that I currently visit, I'll extend day in that place. For example, if I am only have given 3 days from office, mostly Wednesday, Thursday, and Friday. I extend until Saturday or Sunday. In late 2015, I get a chance to go for a week to two city, I have to work only from Monday to Wednesday and fortunately Thursday and Friday is a public holiday. Hip Hip Hooray! I went from Sunday morning and the Sunday afternoon the next week and arrive in-home at 8 PM. The next day, which is Monday I have to work as usual. My co-worker sometimes ask me, "Are you not exhausted?" You can guest my answer, "No I'm not!" with a joyful smile on my face.

After Workshop Group in Sam Poo Kong Temple


Sunday Afternoon in GWK before meeting in Monday Morning

4. Picture to Take

I'm an amateur photographer who loves to takes any kind of picture especially food and landscape photography. Another business trip means another photo stock in my Laptop. Sometimes, I upload in my Instagram. For me, photo is the most valuable thing I get from traveling.

Lawang Sewu, Historical Building in Semarang

5. No Need To Take Annual Leave

If you get paid from your steady job then absolutely you have the responsibility to your job. It's common in Indonesia that employee only get 12 days of annual leave. So, if you like most employee in this country, you will find it difficult to take long days to discover another place. Moreover, if there is no one can temporarily replace your position. Business trip is the only chance that I both can travel and also to finish my job as usual.

6. Networking

One of the biggest benefit I get from a business trip is a new friend. I met new employee from the branch office and also my company's client. In general, people in region are nicer than people in big cities. They happy to escort me exploring the city. They like to share local food and a great place for photography.

Pallubasa Serigala (Makassar Culinary)

7. Travel Allowance

As a frugal person, this is one of the things that I love from Business Travel. OMG! I can do this all my life. ROTFL. I can buy something as a gift for my co-worker and my family, usually food.  I can share the happiness to people around me.

8. Boring Free

It's tiring and boring to sit in my chair for 9 hours and more. Plus the traffic in Jakarta which happens almost every day. It really gives me headache. Nice to see the other side of Indonesia. Get new knowledge about the culture in another town.

My Genuine Smile

I am grateful with my current job, and I wish they still give me chance to travel around Indonesia. Because Indonesia is an amazing country, isn't it? 
Karena kesibukan kerja blog ini jadi terbengkalai deh, mohon maaf pembaca setia. Silahkan membaca perjalanan Saya di Medan. Semoga berkenan :)

Berawal dari ajakan Ka Fina teman, yang terus menerus untuk mengunjunginya, akhirnya pada bulan Agustus 2015 Saya memutuskan beli tiket pesawat ke Medan (tempat tinggal Ka Fina).

Landing di Kuala Namu airport jam 14.20 pada hari Jumat 14 Agustus 2015, lalu karena baru pertama kali. Saya celingukan mencari dimana Railink (kereta api bandara) berada. Tak lama, Saya menemukan counter tiket dan mengeluarkan uang senilai Rp 100.000 untuk tiket Railink yang berangkat pukul 15.00. 

Kesan pertama Saya ketika menaiki Railink adalah... Wow, keretanya bersih dan terlihat canggih sekali. Agak mirip dengan Shinkansen untuk design luarnya. Beda jauh dengan KRL di Jakarta (Ya iyalah Gladys, masa empat ribu perak mau dibandingin sama seratus ribu perak! hihihi) Namun, setelah Railink berjalan yang Saya pikirkan adalah, ya ampun leletnyaaa. Katanya sih memang kalau arah Kualanamu menuju Medan bisa makan waktu sampai 45 menit. Namun arah sebaliknya diprioritaskan menjadi 30 menit. Tapi tetap saja, sebagai orang yang ga sabaran. Saya jadi gregetan... hehehe...

Tiba di Stasiun Medan, Saya dijemput dan diantar ke kantor Ka Fina. Tidak menunggu berapa lama, Saya, Ka Fina beserta beberapa teman yang lainnya langsung meluncur ke Home Karaoke Studio, untuk merayakan Ulang Tahun Ka Fina.

Keesokan harinya, Ka Fina, Meida, dan Risye setuju untuk menemani Saya ke Danau Toba! Yuhuuu!!! Inilah salah satu alasan kenapa Saya akhirnya memutuskan jalan-jalan ke Medan. Kota Nun Jauh dari Jakarta.

Berangkat Pukul 8 Pagi, disupiri oleh teman suaminya Ka Fina, kami berlima bertolak menuju Danau Toba. Untuk menuju Parapat (nama daerah tempat Danau Toba berada) membutuhkan waktu sekitar kurang lebih 4 jam. Pertama kita harus melewati kota Brastagi, lalu Kabanjahe, Bintang terakhir di Parapat. Saya baru tahu kalau di Sumatera itu struktur jalannya Hutan-Kota-Hutan-Kota-Hutan terus begitu sampai tiba. Dan asiknya adalah, tidak ada sinyal handphone! Jadi bisa fokus ngobrol dan foto-foto. Meskipun memakan waktu yang tidak sebentar, Saya menikmati setiap menit perjalanannya karena Ka Fina dan Meida orangnya rame. Jadi, Saya yang punya kepribadian kadang rame kadang diem ya ikut mendengarkan saja sambil sesekali nimbrung cerita.

Dalam perjalanan, kami mampir ke Taman Wisata Lumbini, sebuah Pagoda Budha yang cukup besar yang terdapat di Barus Jahe. Masuk disana anehnya gratis lho!! Parkir saja tidak bayar!! Hanya didata saja nama dan nomor telpon pengunjung, mungkin untuk data total pengunjung saja. Sungguh bertolak belakang sekali dengan apa yang terjadi di Masjid Al Mashun, tempat ibadah yang seharusnya memberikan kenyamanan kepada orang yang ingin sholat. Balik ke Lumbini, disana Saya seperti merasa berada di Thailand! Bangunan Pagoda nya berdiri kokoh, cantik dan megah, berwarna sewarna emas. Pagoda ini merupakan replika dari Pagoda Shwedagon atau juga disebut Pagoda emas Yangon yang berada di Myanmar. Karena sedang tidak ada kegiatan keagamaan, kami masuk ke dalam dan melihat-lihat interior Pagoda tersebut. Didalamnya terdapat ratusan lilin-lilin yang dinyalakan dan disudut ruangan, mata Saya menangkap ada sebuah replika pohon yang banyak terdapat kartu -kartu yang digantung dan ternyata setelah di-amati adalah tulisan-tulisan permohonan dari orang-orang. Ooh, ternyata ini Wishing Tree, tho.

Pagoda Lumbini


Namaste!

Kami pun melanjutkan perjalanan dan sekitar pukul 12 lebih sedikit, akhirnya kami sampai di Simalem Resort di daerah Parapat. Kami sengaja tidak langsung ke tepi Danau Toba nya. Karena referensi dari Suami Ka Fina kalau Danau Toba lebih indah jika dilihat dari Simalem. Dan ternyata benar!!! Sungguh cantik pemandangan yang disuguhkan oleh Danau Vulkanik ini. Bener-bener membuat Saya tercengang. Kadang ketika Saya traveling, ada saat-saat sendu dimana saat itu Saya merenungi kehidupan dan bersyukur. Betapa cantiknya ya Negeri ini, dan Saya pun serta merta mengucap Allahu Akbar, Maha Besar Engkau Ya Allah, yang mampu membuat kaldera secantik dan seindah ini. Akhirnya Saya sampai juga di Danau terbesar di Asia Tenggara, Danau yang dulu hanya Saya bisa lihat di uang seribuan. Wkwkwk



Puas foto-foto, dan Ka Fina belanja banyak oleh-oleh di Simalem (Saya lupa nama Tokonya apa). Kami meluncur turun. Ka Fina menawarkan apakah mau mampir di Air Terjun Sipiso-piso yang tidak terlalu jauh dari Simalem. Saya pun meng-iyakan. Setelah itu Saya langsung menyesal karena mampir disana. Kenapa? Bukan karena air terjunnya tidak menarik. Bukan sama sekali. Tapi karena ada Anjing hitam yang nyeremin banget yang berkeliaran disana! Jadi, si Anjing yang mirip banget sama Sirius Black di Harry Potter itu loncat keliling kesana-kemari. Dan, ketika dia sedang lari berkeliling mendekati kami yang sedang duduk-duduk, hanya Saya yang spontan bangkit dan agak sedikit lompat ke samping minta perlindungan supaya ga terlihat si Anjing, Eeh apesnya, padahal si Anjing sudah lari agak menjauh dari kami, dia tiba-tiba sadar kalau ada orang yang ketakutan, dia muter balik badannya, dan selama 1 menit yang menakutkan dia menatap garang ke Saya. Kami saling pandang-pandangan!! Wah pokoknya Horor deh! Untung si Anjing bosen dan ga menghampiri Saya. Saya gatau kalo yang terjadi sebaliknya, bisa-bisa Saya jatuh ke jurang. Mengingat posisi Saya pas mengindar dari si Anjing memang sudah di tepi jurang. Yang bikin Meida teriak-teriak ketakutan.

Pulang dari sana, kami mampir di Warung Makan muslim di Brastagi, dan memesan wajiknya. Wih, enak banget! Ga kalah dengan Wajik di Pulau Jawa. Ketannya Pulen, gurih dan manis. Mantab deh pokoknya. Yang ga mantap adalah ternyata perjalanan pulang makan waktu lebih lama, karena maceet ga ketulungan. Ampun deh... Sampai jam 10 Malam di Medan, kami langsung beristirahat.

Minggu pagi, Saya diajak Ka Fina untuk Kulineran di Kota Medan, pagi Sarapan Lontong Kak Lin yang letaknya di depan SMA 1 Medan, siangnya setelah berkunjung di Istana Maimun dan Masjid Al Mashun untuk foto-foto dan Sholat. Saya dan Ka Fina mampir di Restoran Tip Top, restauran tua yang menyajikan kue-kue jadul tapi enak. Sorenya, kami makan di Restoran Nelayan di Sun Plaza, yang Pancake Alpukatnya ampun-ampunan enaknya!. Hari itu ditutup dengan Es Krim Pot yang keliatannya seperti tumpukan tanah liat dan cacing. Mungkin yang gak tau kalau itu es krim, ngeliatnya pasti jijik. Tapi seriusan deh, wihhh enaknya tuh es krim coklat apalagi Saya milih toppingnya Oreo!. Saya adu balap makan cepat es krim dengan si Abang, anaknya Ka Fina yang pertama. Dan ternyata Saya kalah, karena gigi ini gak kuat lagi makan yang dingin-dingin dengan terlalu cepet. Faktor U.. Huhuhu

Masjid Raya Al-Mashun

Bergaya sedikit di Istana Maimun :)

Senin, 17 Agustus 2015, tiba waktunya Saya mengucapkan salam perpisahan dengan Kota Medan. Sebelumnya Saya diajak muter-muter Jalan Kruing untuk membeli oleh-oleh untuk temen kantor dan orang rumah. Bolu Meranti, Bika Ati Raja, Pancake Durian, Asinan Bengkoang, Risol Gogo, Sirop Markisa yang pokoknya bikin bagasi Saya hampir over! Hehehe. Setelah itu Saya diajak mampir di Durian Ucok. Dan dipaksa mengabiskan satu durian ukuran jumbo sendiri! Wah, sampe eneg-eneg Saya. Eh, si Ka Fina mah emang dasar hantu durian. Dia sih nyantai-nyantai aja mukanya. 

  
   Lontong Kak Lin yang Maknyus!

Es Krim Pot

Di penghunjung perjalanan, Saya akhirnya tahu bahwa di Medan ada tiga Budaya. Budaya Melayu, Budaya Islam dan Budaya Kristen. Nah, Budaya orang Medan Kristen banyak memiliki kesamaan dengan orang-orang Toraja di Sulawesi Selatan. Rumah adat mereka mirip. Sepanjang jalan Brastagi-Kabanjahe jarang sekali ditemukan penjual makanan halal, begitu pun di Toraja (Saya akan bahas tentang Toraja di postingan selanjutnya). Bahkan paras muka orang Batak dan Toraja tidak jauh berbeda lho kalau diperhatikan. Ya kesimpulan asal-asalan dari Saya sih mungkin saja zaman dulu ada orang Medan yang merantau ke Toraja atau malah sebaliknya. Who knows? Yang jelas Indonesia memang memiliki kebudayaan yang sangat beragam, ya. Jadi makin bangga jadi orang Indonesia.

Terakhir, menurut Saya Medan adalah tempat yang tepat untuk wisata Kuliner. Karena makanannya enak-enak banget! Dan cocok di lidah Saya. Makasih ya Ka Fina yang baik banget selama Saya disana. Guys, kalian harus masukan Medan sebagai daftar tujuan wisata. Because, once in a while you need a great escape, right? And I think, Medan would perfectly suit for you to try on. Happy Vacation!!






Pulang ke acara nikahan kemaren siang, Saya bersama ketiga teman lainnya memutuskan untuk hang out sebentar di Depok. Salah satu teman Saya yang pernah kuliah di daerah sana mengajak Kami untuk nongkrong di Dino Steak and Pasta yang berlokasi di Jalan Margonda no 408. Tepatnya di pusat kota Depok.

Karena Kami masih agak kenyang dari acara Nikahan, kami pun 'hanya' memesan Burger Daging Sapi dan Kentang goreng dengan Judul Godzilla Burger. Kenapa Godzilla? Mungkin karena porsinya yang hanya sanggup dihabiskan Godzilla dengan sekali telan kali,ya? Hehehe.... Anyway, Godzilla Burger ini berisikan 5 Patty tebal yang super lezat!! Bener deh!! Patty nya terdiri dari 1,5 KG Daging Sapi impor dan dicampur dengan potongan Bawang Bombay cincang dan di Grill dengan tingkat kematangan yang pas. Agak mirip-mirip dengan Kornet kualitas premium rasanya. Pokoknya endes!! French Fries dan Onion Ring nya standar Resto Fast Food yang lain sih... Crispy and Salty. Cuma sayang, untuk Onion Ring nya agak berminyak. Mungkin bagi yang tidak suka makanan yang oily bisa mengindari makan onionnya.

Yep, Dino Steak and Pasta House menyajikan dua challenge untuk para penggila kuliner yang merasa dirinya bisa makan banyak dan makan pedas. Challenge yang pertama yakni, Menandaskan 1 Porsi Godzilla Burger dalam waktu 30 Menit dan yang ke dua, menyapu bersih sajian “Pasta Penghancur Sukma”.

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/nurlailyusuf/jangan-iri-ya-ini-laporan-grebek-dino-steak-pasta-house_5573b7b3a623bd7f4de4e94d
Harga makanan disini cukup murah karena memang sepertinya restoran ini membidik Mahasiswa sebagai pasar mereka. IDR 15.000 - IDR 40.000 untuk makanan lainnya seperti Pasta Penhancur Sukma yang konon katanya pedes banget (Saya ga berani makan yang pedes-pedes), Sirloin Steak dan Spaghetti Seafood Marinara. Untuk minumannya dibanderol dengan harga IDR 8.000 - IDR 14.000.

Oia, setiap harinya diadakan Godzilla Burger Challenge yaitu Free Godzilla Burger dengan syarat harus menghabiskan Burger beserta Onion Ring dan French Fries nya dalam waktu 30 menit!! dan harus dilakukan sendirian!!! Duh, Saya berempat dengan tiga orang diantaranya laki-laki saja tidak sanggup menghabiskan semuanya sampai tuntas. Apalagi kalau sendirian ya? Hihihi.


Godzilla Burger 86.900 IDR and Tarik Tea 8500 IDR

Dino Steak & Pasta house
Jl. Margonda Raya No. 438, Depok
Jam buka
Senin –  Kamis : 15.00 – 23.00 WIB
Jumat – Minggu : 11.00 – 23.00 WIB
Twitter : @dinosteakpasta
Instagram : dinosteakpasta


Gladys Franatha. Diberdayakan oleh Blogger.